Welcome to our site

welcome text --- Nam sed nisl justo. Duis ornare nulla at lectus varius sodales quis non eros. Proin sollicitudin tincidunt augue eu pharetra. Nulla nec magna mi, eget volutpat augue. Class aptent taciti sociosqu ad litora torquent per conubia nostra, per inceptos himenaeos. Integer tincidunt iaculis risus, non placerat arcu molestie in.

Motahalele

Rabu, 02 Maret 2011


Motahalele adalah suatu upacara pembacaan tahlil, yang dilakukan sesudah pulang dari upacara pernikahan di rumah kediaman orang yang meninggal. Dan seterusnya upacara ini dilakukan pada hari ketiga, hari ketujuh (sampai pitu), hari ke 14 (ruampapitu), hari ke-20, hari ke-30, hari ke-40, hari ke-50 dan hari yang ke-100. Upacara pada hari-hari yang telah ditentukan di atas disebut upacara mogana.
Selama malam berturut-turut diadakan pembacaan tahlil/doa, dan dilanjutkan dengan pangajian Al Qur’an, sampai tamat pembacaan Al Quran tersebut berlangsung selama 40 hari berturut-turut. Pengajian ini diikuti oleh siapa saja, yang dapat membaca Al Qur’an dengan baik dan benar. Upacara mogana adalah suatu upacara pembacaan tahlil, dalam satu pesta besar, karena adanya penyembelihan hewan yaitu sapi/kerbau, sedang upacara pembacaan tahlil pada malam hari, cukup dengan makanan-makanan ringan.
Maksud dan Tujuan Upacara
  1. Roh yang meninggal tersebut mendapat ketenangan dalam kubur
  2. Menambah pahala dari doa orang-orang yang hidup
  3. Dapat selamat dan masuk ke dalam surga
Sedang upacara mogana pada hari-hari yang ditentukan menurut adat tersebut ialah:
  1. Agar roh si mayat tidak kembali ke alam fana (Reingkarnasi).
  2. Selalu mendapat kiriman doa keselamatan dari orang-orang yang hidup yang datang mendoakannya.
Penyelenggara Teknis. Penyelenggara teknis upacara tersebut ialah pegawai syara, guru-guru atau orang-orang yang pandai mengaji.
Pihak-pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat ialah hampir seluruh keluarga yang dekat maupun yang jauh, yang datang sendiri atau yang diundang khusus untuk menghadiri upacara Mogana baik turut serta dalam upacara Motahalele atau mengaii ataupun ikut membantu penyelungsuran upacara tersebut.
Perlengkapan Upacara. Perlengkapan-perlengkapan upacara tahlilan yang berlangsung selama 7 malam ialah:
  1. Batara, yaitu tempat tidur dengan sebagian pakaian dari si mati, yang disiapkan di tempat jenazah pada saat disemayamkan, sebagai simbol bahwa yang meninggal tersebut seakan-akan masih ada dalam lingkungan mereka.
  2. Al Qur’an, yaitu kitab suci umat Islam dalam jumlah yang cukup, untuk dibaca oleh sejumlah orang, yang dilakukan pada minggu kedua sampai hari ke-40.
  3. Makanan ringan, yang disajikan sesudah pembacaan tahlil oleh sejumlah orang yang hadir.
Jalannya Upacara. Jalannya upacara tahlilan dan upacara Mogana tersebut berturut-turut dilaksanakan:
  1. Pembacaan tahlil sesudah pulang dari pemakaman, di rumah orang kematian setelah didahului dengan upacara tahlilan diadakan upacara makam, sebab pada hari-hari menjelang pemakaman diadakan pula penyembelihan sapi/kerbau, untuk memberi makan seluruh peserta yang ikut dalam, upacara pemakaman tersebut.
  2. Pembacaan tahlil pada malam hari selama 7 malam berturut-turut, dan diteruskan dengan pengajian Al Qur’an.
  3. Pada hari ke-3 clan ke-7, diadakan pula pesta pembacaan doa pada siang hari dengan penyembelihan sapi atau kerbau. Namun pengajian-pengajian Al Qur’an terus berjalan sampai malam ke-40 tanpa pembacaan tahlil. Pembacaan tahlil diadakan pada siang hari yaitu pada hari ke-14, hari ke-20, hari ke-30 dan hari ke-40, sebagai rangkaian upacara Mogana, dengan pesta besar. Sesudah hari ke-40, selesailah upacara pada malam hari, dan diteruskan dengan upacara mogana pada hari ke-50 dan seterusnya sampai hari ke-100 dengan pesta upacara. Hari ke-100 adalah penutup, dari upacara tahlilan.
  4. Dahulu sesudah selesai Mangaji, masih ada suatu acara yang di sebut mosikiri simpa yang diadakan hanya sampai pada hari ke-3 saja, setelah selesai mosikiri simpa (Zikir yang syairnya diambil dari Kitab Berzanji) dilagukan menurut langgam lagu daerah, sehingga. tidak nampak lagu dan lafaz bahasa Arabnya, seperti yang direkam dalam pita penelitian ini. Misikiri simpa tersebut dihapalkan dengan baik, dan merupakan Sastra Suci, dilagukan secara koor oleh sejumlah orang-orang tertentu. Orang-orang yang ahli untuk itu hingga sekarang, sudah sangat langka dijumpai di lokasi. Tujuan upacara ini ialah menanamkan rasa khidmat, rasa keharuan, serta doa dan harapan agar roh si mayat, dapat menjadi tenang menghadap Tuhannya. Mengingatkan bahwa semua orang akan mati, harus bersiap-siap menghadapinya dengan cara berbuat baik menjauhi perbuatan dosa. Penyelenggara teknis upacara tersebut ialah orang-orang tua yang ahli dan menghapalkan zikir tersebut dengan lagu yang baik.
  5. Mokaiyori. Upacara mokaiyori adalah upacara melagukan syair-syair tertentu, yang dilaksanakan dalam setiap upacara adat, seperti pada upacara sukuran, seperti selamatan panen padi, memenuhi nazar seseorang atau masyarakat, atau upacara daur hidup. Seperti novatiaka toniasa (upacara adat bagi seseorang yang memiliki hak adat tertentu sesuai status sosialnya) dalam upacara nokeso (upacara menggosok gigi dan sebagainya) termasuk upacara kematian. Karena itu syair-syair Kayori ada bermacam-macam, ada Kayori posimpokono (kayori percintaan), Kayopi peduta (Kayori peminangan). Karyori dalam situasi mengangkat perang, dan membuat perdamaian, dilakukan oleh para diplomat atau wakil-wakil dari mereka yang terlibat dalam perang atau perdamaian. Kayori yang disebutkan terakhir tidak dilagukan. Mokayori sebagai salah satu ciri khas kesenian tradisional di Kecamatan Sindue yang masih melembaga dalam masyarakat. Maksud dan Tujuan Mokayori
Dahulu Kayori digunakan sebagai alat komunikasi antara dua kelopkok atau dua pihak yang ingin saling menyatakan keinginan atau harapan-harapan baik untuk tujuan-tujuan yang baik atau yang negatif, seperti untuk mengatakan hasrat keinginan untuk mempersunting seorang gadis, pernyataan keinginan rakyat kepada raja, atau alat komunikasi untuk menghubungkan antara dua pihak yang ingin mengadakan hubungan baik tersebut.
Dalam upacara kematian mokayori tujuannya selain untuk maksud hiburan bagi keluarga, juga sesuai isi Kayori juga menyatakan hasrat, keinginan dan harapan-harapan dari masyarakat, agar raja yang bakal menggantikan raja yang meninggal harus lebih baik dalam melakukan tugas pemerintahan dari asal keturunan raja sendiri, dengan cara pemilihan yang tepat dan sebagainya. Syair lagu-lagu Kayori ini cukup banyak dan dihapalkan di luar kepala, dan disajikan sesuai maksud dan tujuan upacara adat.
Waktu Pelaksanaan
Mokayori ini diadakan pada malam hari setelah selesai upacara pemakaman, sebagai salah satu rangkaian dari upacara tahlilan (membaca tahlil), yang sifatnya lebih cenderung bersifat hiburan bagi keluarga raja, yaitu pada selesai rangkalan upacara mogana (membaca tahlil). Karena bersifat hiburan, penampilan mokayori ini, sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan keluarga yang memanggil sebagai selingan.
Penyelenggaraan Teknis
Penyelenggaraan teknis upacara ini dilakukan oleh seniman-seninan yang memiliki kemampuan mengungkapkan syair-syair tersebut dalam lagu-lagu tradisional yang terdiri dari laki-laki dan wanita. Mokayori dalam upacara kematian hanya berlaku di kalangan keluarga bangsawan dan raja-raja saja dan tidak diberlakukan dalam masyarakat luas.
Pihak-pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara tersebut ialah terbatas dalam lingkungan keluarga bangsawan saja dan yang hadir hanya para anggota dewan hadat.
Perlengkapan Upacara. Melaksanakan kegiatan ini tidak memerlukan perlengkapan upacara, sebab lagu Kayori tidak menggunakan instrumen. Tapi dilagukan secara vokal oleh sekelompok ahlinya. Perlengkapan yang disiapkan ialah ruangan, tikar tempat duduk Topokayori (orang yang menyanyikan syair Kayori tersebut) serta para anggota keluarga bangsawan dan ketua-ketua dewan hadat, serta makanan ringan.
Jalannya Upacara
Mokayori dalam upacara kematian ini, dilakukan setelah selesai membaca tahlil pada malam hari. Topokayori ini terdrii dari laki-laki dan wanita. Setelah mereka berkumpul dalam satu ruangan atau tempat terbuka yang ditentukan mereka diberikan acara Mokayori, kadang-lcadang sampai larut malam, dan kadang-kadang sampai siang.
Syair-syair yang mereka lagukan antara lain ialah beberapa bait saja, yang dilagukan berulang-ulang kali sebagai berikut :
  1. a. Sumila momberesala (Bismillah memberi salam) Mantabe tua ponggava (Menghonnat kepada pemimpin-pemimpin yang terhormat)
    b. Romumo nggatua ada (Telah berkumpul orang tua adat) Ne malinga ra tora ( Jangan lupakan dan ingat selalu, tora maksudnya teliti dengan baik calon pengganti raja)
  2. a. Kukunu kupekutana (Kutanya dan kutanyakan) Berimbamo pelinjana (Bagamana sudah situasi pergantiannya)
    b. Ane mala makamala (Kalau memang bisa dan patut) Kuligi pebeteana (Kucari dari asal-usul keturunan raja)
  3. a. Sei ratora-torata (Suatu hal yang kita selalu ingat) Live’i Datu Karama (Tindak tanduk Datu Karama, maksudnya pemimpin yang beragama)
    b. Ane pontode nuada (Kalau kehendak dan tuntutan adat) Meliupa pangejana (calon pengganti harus lebih baik caranya membimbing/memimpin masyarakat)
Cara melagukan kesenian Kayori ialah sebagai berikut:
  1. Para penyanyi duduk atau berdiri dan berbaris bertuntun dibawakan secara tari dalam gerak tertentu mengikuti irama lagu, di mana laki-laki dan wanita berpisah.
  2. Dari 3 bait syair tersebut masing-masing terdiri dari 4 baris, dilagukan dengan berulang-ulang, dengan menambah beberapa syair yang dikenal sebagai pembuka lagu.
  1. Bait pertama terdiri dari 4 untaian kata tersebut dapat dibagi 2 (dua). Bagian 1 baris 1 dan 2 disebut Vuyana (sarungnya) dan bagian II (baris 3 dan 4) disebut Kombana (isi). Pembuka lagu bait pertama ini berbunyi Vengi da vengi dan terus melagukan syair bait pertama dan sebagainya dan terus diulang-ulangi sebagai penutup (pompepusa) dari bait pertama tersebut ialah: Ane mavengimo tano (kalau memang malam telah tiba)
    Laventua ntopoada (memang demikian, menurut adatnya)
    Pada bait kedua pembuka lagunya berbunyi “dudu mpaku mantino” dan meneruskan lagu tiap bait tersebut dan selanjutnya ditutup dengan:
    Mantiro lele ngkorio (menyaksikan dari atas burung kuning)
    Mantande payu rilino (menada/memegang payung di dunia)
    Pada bait ketiga pembuka lagunya ialah:
    Rante da magonumo (rantai/pertalian yang tak urung lebur)
    Maipia dan magonu (kapan akan lebur)
    Rante pomboli olu (Rantai/pertalian penyimpan olu) Olu : adalah benda bertuah/benda sakti yang setiap dibuka akan pasti membawa akibat yang kurang baik.
  2. Setelah selesai melagukan syair-syair tersebut dengan berulang-ulang sampai puas, maka upacara kesenian ini berakhir, kadang-kadang sampai larut malam.
  1. Modoja-doja adalah acara malam bersantai menghibur keluarga yang berduka, setelah pengajian selesai, yang diisi dengan berbagai acara sampai larut malam, bahkan sampai siang. Peserta tidur secara bebas bergantian. Modoja-doja adalah situasi di rumah di mana orang-orang tidak boleh tidur secara keseluruhan, tapi sebagian harus ada yang terjaga (tidak tidur) sampai menjelang siang. Umumnya kesempatan ini digunakan oleh muda-mudi untuk mengisi acara muda-mudi.
  1. Acara tradisional yang mengisi acara malam itu antara lain:
    1. Mojalili (saling melemparkan dan menjawab teka-teki). Setiap orang bebas mengajukan teka-teki kepada siapa saja (pemuda/pemudi) setelah diminta kesediannya menjawab dan menyebutkan kepada siapa teka-teki itu ditujukan
    2. Movaino (sastra, muda-mudi), dalam mengungkapkan isi hati mereka dalam kata-kata yang mengandung makna tertentu, yang dapat dipahami/diterka. oleh siapa saja ungkapan itu ditujukan. Caranya ialah seseorang mengungkapkan kalimat pertama berupa sampiran, sedang lawan yang ditujukan mencari jawaban diisi yang relatif memiliki sajak yang sama dengan sampiran. Kalimat pertama sebagai sampiran (tanpa makna) seperti : Tubi nubotolo botomo, harus dijawab lawan dengan Ane mupokono sokomo.
    3. Mogalasa, adalah permainan rakyat yang menggunakan kayu yang diberi lubang, setiap lubang diisi dengan batu atau biji jagung. Jumlah lubang berkisar 7 sampai 9 buah lubang yang berpasangan dan satu lubang yang agak besar pada bagian ujung kiri dan kanan. Tiap lubang diisi dengan batu/jagung dalam jumlah yang sama. Permainan ini dimainkan oleh 2 orang baik laki-laki atau perempuan. Tujuan permainan tersebut ialah bagaimana cara menghabiskan batu yang berada pada lubang di depan lawannya masing-masing dengan peraturan-peraturan tertentu.
    Maksud dan tujuan acara modoja-doja ini ialah:
    1. Menghibur keluarga yang berduka
    2. Mengisi waktu luang, yang menurut adat pantang tidur seluruhnya, tanpa ada yang terjaga (bangun) sepanjang malam tersebut
    3. Memberi peluang bagi muda-mudi untuk saling berkomunikasi, bahkan kesempatan mencari jodoh, atau menyatakan cintanya melalui Vaino atau Silopo seperti yang diuraikan di atas
    Upacara ini sering dipimpin oleh orang tua, pada saat memulai acara tersebut, tetapi kemudian secara bebas muda-mudi saling menawarkan teka-teki, silopo atau vaino atau mogalasa dan sebagainya. Dan biasanya malam itu sudah ditunggu-tunggu oleh pemuda, sesudah pdra gadis selesai kesibukannya di dapur melayani. tamu. Acara ini umumnya adalah acara kaum muda-mudi.
    Waktu Mojalili dan mosilopo diadakan pada malam hari sejak selesai pemakaman sampai sebelum upacara motana bate. Sedang movaino dimulai pada malam ke-14 (ruampapitu) sampai seluruh upacara kematian selesai pada hari ke-100. Sedang mogalasa dapat berlangsung pada siang atau malam hari. Upacara tersebut masih terus berjalan hingga dewasa ini, hanya saja batas waktunya lebih.singkat, untuk hari 1sampai hari ke-7 saja.

0 komentar:

Posting Komentar