Welcome to our site

welcome text --- Nam sed nisl justo. Duis ornare nulla at lectus varius sodales quis non eros. Proin sollicitudin tincidunt augue eu pharetra. Nulla nec magna mi, eget volutpat augue. Class aptent taciti sociosqu ad litora torquent per conubia nostra, per inceptos himenaeos. Integer tincidunt iaculis risus, non placerat arcu molestie in.

Tanjung Karang, Pantai Pasir Putih dan Terumbu Karang

Rabu, 02 Maret 2011


Kota Donggala, Sulawesi Tengah menyajikan banyak tawaran pelesiran. Salah satunya menonton para penenun Buya Sabe,atau sarung Donggala. Lalu, menikmati pasir putih Tanjung Karang dan menyicipi Kaledo, makanan khasnya. Hari ini, kita akan menuju Tanjung Karang. Menikmati indah pantai pasir putihnya, atau terumbu karangnya.
Mata kita langsung tertumbuk pada pasir putih yang menghiasi bibir pantainya. Dari atas jalanan di bukit Donggala, terlihat jelas hamparannya, juga kumpulan kapal niaga dan perahu nelayan di Pelabuhan Donggala.
Indah dan luar biasa! Itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkannya.
Sekitar 20 tahun silam, Pantai Tanjung Karang ini hanya dikenal sebagai tempat istirahat sementara para nelayan setelah lelah melaut.
Saat itu, belum ada jalan masuk ke Pantai Tanjung Karang, padahal hamparan pasir putih di pantai itu sungguh indah. Perkebunan kelapa milik masyarakat juga tumbuh subur di sekitar pantai ini.
Tapi sekarang, Pantai Tanjung Karang sudah berubah menjadi objek wisata favorit bagi warga Palu dan sekitarnya. Di musim libur, pantai ini dipadati wisatawan lokal, bahkan turis mancanegara. Rata-rata berasal dari Eropa.
Agus, salah seorang petugas di pintu masuk Tanjung Karang, mencatat setiap hari libur, sedikitnya 200 kendaraan roda empat dan dua masuk-keluar di objek wisata Tanjung Karang ini. Bahkan angka ini meningkat pesat setelah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mencanangkan lima hari kerja sejak pertengahan April 2007 lalu.Untuk setiap pengunjung dikenai biaya hanya Rp 1000.
“Pengunjung pada Sabtu, Minggu, dan hari libur, paling banyak. Ratusan orang biasanya,” kata Agus.
Untuk memberikan pelayanan bagi para wisatawan, yang umumnya wisatawan keluarga, penduduk setempat membangun dan menyewakan puluhan penginapan sederhana, yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia.
Tarifnya relatif murah, antara Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu semalam untuk masing-masing cottage yang memiliki satu kamar tidur, satu ruang terbuka sebagai teras, dan satu kamar mandi. Tarif ini tidak termasuk makan dan minum.
Menu yang disajikan para pengelolanya beraneka ragam, namun umumnya berupa makanan laut, seperti ikan bakar, cumi-cumi goreng, dan lobster rebus.
Ada juga kopi panas, teh, dan sarabba (minuman khas terbuat dari jahe dan gula aren yang direbus serta diberi susu kental), serta pisang goreng panas.
Pengunjung juga dapat menikmati makanan, minuman, dan penganan lainnya di cafe-cafe sederhana di area penginapan dan sepanjang bibir pantai Tanjung Karang.
Di Tanjung Karang, ada pula sebuah cottage milik Pieter, seorang warga Jerman yang beristrikan seorang perempuan asal Sulawesi Utara. Ia menamai kawasan cottagenya dengan Prince John Dive Resort. Cottage yang dikelilingi pagar kayu dan tembok dengan luas halaman sekitar 60 x 50 meter tersebut dilengkapi berbagai fasilitas memadai, seperti café dan lapangan voly pantai.
Pemilik cottage ini juga melengkapinya dengan kapal pesiar dan peralatan diving serta snorkeling, yang memang diminati wisatawan mancanegara.
“Wisatawan yang datang rata-rata berasal dari Jerman, Australia dan Austria. Mereka sangat suka menyelam,” kata Junaidi Kariso, Manager Public Relation di Prince John Dive Resort.
Nah, jika ingin bersnorkeling, cukup merogoh kocek Rp 10 ribu. Snorkel bisa kita sewa pula pada penduduk setempat. Harga itu tidak dipatok per jam, tapi per hari. Murah, bukan?!
Jika ingin menyelam kita bisa menyewa scuba diving milik Prince John Dive Resort. Biayanya € 26. Itu sekitar dengan Rp 338 ribu. Pengelolanya memang memakai kurs Euro, karena wisatawannya rata-rata dari Eropa.
Kalau beruntung bisa mendapatkan scuba diving dari penduduk lokal seharga Rp 100 ribu.
Kalau kemahalan cukup snorkeling saja. Tuwo, perempuan penduduk lokal berusia 40 tahun menyewakan snorkelnya Rp 10 ribu per hari.
Mau snorkeling? Yuk! Wow, ternyata memang luar biasa indah. Hanya selangkah dari bibir pantai dan masih dari atas permukaan kita sudah dapat menikmati indahnya terumbu karang dan ikan hias yang menari-nari di atas dan di sela-sela karang.
“Di sini asyik sekali. Ada karang warna-warni dan ikan yang cantik-cantik,” tutur Muhammad Nizam, anak berusia 9 tahun yang dipandu ibunya bersnorkeling.
Bagi wisatawan asal Jerman, Hillmart, ia memilih Tanjung Karang lantaran belum tertalu ramai dan masih alami. “Di sini sangat tenang, belum banyak orang. Jadi saya pilih di sini melewatkan akhir pekan,” kata dia.
Rasa-rasanya setelah puas bermain-main di Tanjung Karang, sekarang waktunya makan. Tentu saja, menunya adalah Kaledo atau biasa orang menyebutkan kaki lembu Donggala. Ya, karena memang bahan utamanya adalah kaki lembu. Apa itu Kaledo, besok kita akan berkisah lagi.

0 komentar:

Posting Komentar